Pendakian Gunung Raung, Jalur Tersulit di Pulau Jawa Part 3

Kembali lagi bersama tulisan saya yang biasa saja ini. Saya masih akan bercerita tentang pendakian pertama saya di Jawa Timur, Gunung Raung. Gunung yang terletak di ujung timur Pulau Jawa ini memiliki jalur tersulit diantara gunung lainnya di tanah Jawa. Saya melakukan pendakian bersama orang-orang hebat yang berasal dari beberapa kota di Indonesia, ada Resti (@restipramandani) dan Andre (@andreefendi_) dari Jakarta, Hanin (@hanin_shofia) dari Tegal, Dedy (@kribonisasi) dari Pemalang, saya (@shandyeksani) dari Pekalongan, Arief (@edelweise_senja) dari Purwokerto, Apri (@apriel19), Tri (@ndo_lor), Aji (@rb.aji) dari Solo, dan Mas Agung (@knuga88) yang akan menjadi guide kami selama di Gunung Raung bersama dengan Mas Erik, Mas Naka dan Mbak Lupi (@lupiayususanti). Kami semua saling mengenal melalui media sosial Instagram, beberapa sudah pernah saling bertemu, beberapa lagi baru bertemu kali ini.


Cerita sebelumnya saya sudah menceritakan perjalanan kami mendaki Gunung Raung dalam 2 part. Jika kalian belum membacanya, kalian dapat membacanya di Pendakian Gunung Raung, Jalur Tersulit di Pulau Jawa Part 1 dan di Pendakian Gunung Raung, JalurTersulit di Pulau Jawa Part 2. Kali ini saya akan menceritakan tentang perjalanan dari Puncak Bendera menuju Puncak Sejati.

Kami mulai memasang alat keselamatan pendakian di Camp 9, lalu kami melanjutkan perjalanan ke Puncak Bendera dan membutuhkan waktu kurang lebih 15 menit untuk mencapai Puncak Bendera. Jarak Camp 9 menuju Puncak Bendera memang tidak terlalu jauh. Camp 9 merupakan batas vegetasi yang ada di Gunung Raung dan Puncak Bendera merupakan awal dari jalur yang didominasi oleh batuan. Setibanya di Puncak Bendera, beberapa dari kami agak sedikit oleng karena langsung disambut oleh angin yang kencang. Kami memutuskan untuk berhenti sejenak menunggu angin mereda dan bersembunyi di balik bebatuan yang ada di sekitar Puncak Bendera. Kami juga menunggu rombongan lain yang rencananya akan berbagi tali agar perjalanan kami lebih mudah.

Setelah angin mereda, kami mulai melanjutkan perjalanan. Baru berjalan beberapa menit, kami sudah bertemu tebing yang mengharuskan kami menggunakan tali untuk mencapai atasnya. Kami bergantian menaiki tebing tersebut, terkadang angin masih berhembus agak kencang membuat kami harus ekstra hati-hati dalam memilih pijakan. Guide yang berpengalaman sangat membantu kami dalam melewati tebing ini karena guide harus mendaki terlebih dahulu ke atas tebing untuk memasang tali yang akan kami gunakan untuk memanjat tebing tersebut.



Lanjut berjalan, kami bertemu dengan jalur yang dinamakan "Shirotol Mustaqim 1". Mengapa dinamakan demikian? saya pun kurang mengetahuinya. Asumsi saya sih karena jalur ini merupakan jalan setapak yang tidak begitu lebar. Jalur ini bisa menjadi momok menakutkan bagi penderita Acrophobia (seorang yang memiliki phobia terhadap ketinggian) karena jurang sudah menanti di kanan dan kiri jalur ini. Kami harus sangat berhati-hati melewati jalur ini karena kami tidak menggunakan tali pengaman untuk melewatinya. Angin juga berhembus sedikit kencang membuat kami harus menjaga keseimbangan tubuh agar tidak goyah.

Beberapa kali kami harus berhenti sembari menunggu hembusan angin mereda. Kami juga harus menunggu saat guide kami memasang tali agar kami bisa melanjutkan perjalanan. Kami memang tidak mengerti tentang teknik tali temali, teknik climbing, namun hal tersebut tidak menyurutkan semangat kami agar bisa mencapai puncak sejati bersama. Saat melewati Puncak 17, kami memilih untuk melewati sisi dari Puncak 17 karena jalur menuju puncak tersebut sangat terjal dan angin juga bertiup kencang. Kami tidak ingin mengambil resiko untuk menuju puncak tersebut. 

Setelah melewati sisi Puncak 17, kami berjumpa dengan Shirotol Mustaqim 2. Jalur ini merupakan hampir sama dengan jalur Shirotol Mustaqim 1, hanya saja tingkat kecuraman jurang di kanan kiri jalur ini lebih terasa. Bayangkan saja, ketika kalian melihat ke sisi kiri jalur ini, jurang yang sangat dalam sudah menunggu kalian jika kalian tidak hati-hati. Bahkan dasar dari jurang tersebut tidak terlihat haha. Melewati jalur ini, guide kami memasang tali pengaman karena angin kembali bertiup kencang. Biasanya jalur ini tidak dipasangi tali ketika dilewati. 

Selesai melewati Shirotol Mustaqim 2, lagi-lagi kami harus bertemu dengan jalur yang mengharuskan kita menggunakan tali untuk melewatinya. Disini kami harus bergantian untuk melewati sebuah turunan yang mengharuskan kami menggunakan teknik rappelling atau abseiling. Teknik tersebut merupakan sebuah teknik menuruni bidang vertical dengan alat bantu utama berupa tali. Kami memang harus menuruni sebuah bukit yang curam untuk dapat melanjutkan perjalanan. Satu per satu dari kami mulai turun, beberapa dari kami mungkin baru kali ini menggunakan teknik rappelling sehingga terlihat kaku dan agak sedikit ketakutan untuk menjatuhkan badan. Itulah perjalanan, ada beberapa hal yang harus kita coba agar bisa melakukan hal baru yang belum pernah kita pelajari sebelumnya.


Jalur yang kami lalui menjadi lebih mudah setelah itu. Paling kami hanya membutuhkan bantuan tali webbing di beberapa titik sampai kami bertemu dengan jalur yang akan membawa kami menuju Puncak Tusuk Gigi. Jalur menuju Puncak Tusuk Gigi memiliki kemiringan lebih dari 45 derajat. Awalnya saya berpikiran mungkin kami harus menggunakan tali lagi untuk melewati jalur tersebut. Setelah dijalani, ternyata kami tidak perlu menggunakan tali dan hanya perlu melangkah setapak demi setapak untuk melewati jalur ini. Jalur ini didominasi oleh bebatuan yang mudah jatuh, sehingga kami harus berhati-hati agar tidak membuat batu yang kami pijak bergerak dan dapat membahayakan kami atau anggota tim yang ada di bawahnya. Kami lebih banyak berhenti di jalur ini karena memang jalur yang sangat miring dan matahari sudah mulai tinggi membuat tenaga yang dikeluarkan harus lebih banyak. 


Rombongan kami mencapai Puncak Tusuk Gigi tengah hari, dan tidak perlu waktu yang lama untuk kami bisa mencapai Puncak Sejati. Puncak Tusuk Gigi emang bersebelahan dengan Puncak Sejati, kami hanya perlu berjalan kurang lebih 10 menit untuk sampai di Puncak Sejati dari Puncak Tusuk Gigi. Sampai di Puncak Sejati, saya pun bersalaman dengan sesama anggota rombongan dan anggota rombongan sebagai ucapan terima kasih karena bisa membawa saya menggapai Puncak Sejati. Serta tidak lupa kami semua bersyukur karena diberi kesempatan oleh Yang Maha Kuasa untuk menggapai puncak gunung yang dianggap sebagai gunung yang memiliki jalur tersulit di Pulau Jawa dan menikmati keindahan alam yang diciptakan oleh Sang Pencipta.

Puncak Tusuk Gigi
Puncak Sejati
Mungkin itu saja yang bisa saya ceritakan tentang perjalanan saya kali ini, maaf jika tulisan saya masih berantakan dan masih biasa-biasa saja. Untuk estimasi waktu perjalanan dan estimasi biaya perjalanan akan saya tulis disini juga.

Jarak Antar Pos
- Basecamp - Pos 1 (Pak Sunarya) kurang lebih 35 menit (menggunakan ojek)
- Pos 1 (Pak Sunarya) - Camp 2 kurang lebih 40 menit
- Camp 2 - Camp 3 kurang lebih 40 menit
- Camp 3 - Camp 4 kurang lebih 1 jam
- Camp 4 - Camp 5 kurang lebih 40 menit
- Camp 5 - Camp 6 kurang lebih 1 jam
- Camp 6 - Camp 7 kurang lebih 1,5 jam
- Camp 7 - Camp 8 kurang lebih 1 jam
- Camp 8 - Camp 9 kurang lebih 1 jam
- Camp 9 - Puncak Bendera kurang lebih 15 menit
- Puncak Bendera - Puncak 17 kurang lebih 1 jam
- Puncak 17 - Puncak Tusuk Gigi kurang lebih 3 jam
- Puncak Tusuk Gigi - Puncak Sejati kurang lebih 15 menit

Estimasi Biaya
- Ojek Kalibaru - Basecamp PP Rp 70.000
- Ojek Basecamp - Pak Sunarya PP Rp 80.000
- Simaksi Rp 35.000
- Porter Air 15 liter kurang lebih Rp 350.000
- Sewa alat pendakian kurang lebih Rp 200.000/orang
- Sewa guide kurang lebih Rp 450.000/hari
- Jaminan sampah Rp 100.000




0 Comments